Cerpen Romantis
Judul : Cintanya dan Sebelah Kakinya
Karya : Mira Restya Wardhani
Pagi bergerimis ini
tidak menyurutkan semangat aktifitasku untuk bekerja, ditemani segelas teh hangat mengiringiku dalam mengisi
hariku yang penuh kesibukan, aku selalu menikmati pekerjaan ini menjadi seorang
Desain Interior, bekerja sekaligus menuangkan hobby yang
aku senangi ini, berbagi kreatifitas yang ada dalam fikiranku dan sekaligus
mengisi pundi-pundi penghasilanku.
Aku memiliki sahabat
Pria yang sering aku jadikan tempat berbagiku, berbagi kesibukan juga liburan
bersama, akhir pekan sering dilewati berdua, meskipun aku seorang wanita ketika
bekerja dia seering memanggilku Ketua, meskipun sebenarnya jika dilihat dari
lama bekerja aku adalah juniornya, tetapi dia mengakui keunggulanku dalam
bekerja dalam bidang ini, meskipun aku
dan dia sering bersama, bercanda bersama dan sering bertengkar tentang hal
sepele, dia mengakui padaku bahwa dia tidak ada perasaan suka padaku.
“kamu ini bukan typeku,
aku menyukai wanita anggun, tetapi aku nyaman jika curhat denganmu”. Dia berkata
padaku suatu kali saat sedang jalan bersama
“jangan kahwatir, aku
gak akan salah faham meski kita sering bersama, kamu teman terbaiku” jawabku
padanya saat itu
Kitapun terlalut dalam
senyum melewati malam bersama tetapi bukan kencan.
Suatu saat ada hal yang
membuatku jenuh dan sepi, ketika dia mempunya kekasih yang sesuai harapannya,
lembut, manis, manja, dan anggun, dia jarang menghubungiku dan aku juga menjaga
jarak dengannya karena pacar barunya type wanita pecemburu, sedangkan aku orang
yang membatasi diri bersosialisasi jika bukan orang yang benar-benar cocok
denganku, sebenarnya banyak teman / rekan kerja di sekelilingku yang baik
tetapi bagiku teman dan sahabat itu berbeda, Teman bisa berbagi cerita tetapi
sahabat akan lebih dari itu, memberikan solusi dan akan bersedih ketika kita
bersedih, Sahabatku Dhika sudah punya kesibukan lain, dan mempunyai kebahagiaan
lain bersama pacar barunya, akupun mulai kesepian.
Hari libur aku lewati
sendiri, malam minggu kini sepi, dan Dhika selalu memperoloku karena masih
jomblo di usia 22 tahun ini.
Suatu malam Dhika dan
kekasihnya Putri mampir ke rumahku, Mereka berbincang bersama di depan rumah
dan aku menonton tv didalam, saat Sepasang kekasih Dhika dan Shela sedang asik
berbincang aku menghampiri mereka, sebenarnya tidak ada masalah bagiku jika
mereka berbincang, tetapi yang aku permasalahkan adalah tema yang mereka
bicarakan adalah Aku, mereka tidak sadar ketika berbincang ada aku mendengarkan
dari belakang,
“Dhika, temanu itu aku
lihat jarang bersama pria, dia belum punya pacar ya!”
“Dia orangnya terlalu
sibuk kerja sih yank!”
“tapi dia gak suka sama
kamu kan? Aku cemburu soalnya”
“enggak lah, setauku
dia memang kaya gitu, terlalu keasikan bekerja sampai lupa urusan asmara!”
“Benarkah?”
“benar, kamu lihat saja
penampilannya seperti tukang bangunan, benar-benar cuek, kadang taruh pensil di
atas telinga, hehehe”
Aku mendengarkan dengan
jelas di belakng dan berkata pada Dhika “ terus apa lagi? Setelah mirip tukang
bangunan terus apa lagi?”
Wajah kagetnya tidak
bisa dia sembunyikan ketika dia menengok ke arah belakang dan melihat aku yang
telah berekspresi seperti orang yang mengajak perang
Dhikapun berkata dan
terbata “mammakannya aku sarankan kamu pergi ke biro jodoh supaya mudah dapat
jodoh......”
“buggg” satu pukulan
dengan kekuatan penuh dariku pada bahunya dengan menggunakan gulungan koran
teball
Tentunya aku tidak
benar-benar marah pada Dhika karena dia selalu blak-blakan padaku, dan Dhika
sering kena pukulanku yang tidak terlalu menyakitkan itu, walaupun aku tidak
marah pada Dhika dan tidak pernah menanggapi candaanya tetapi kali ini
perkataanya yang barusan masuk dalam memoriku dan menjadi tema dalam lamunanku
dan mendominasi khayalan pribadiku.
Kemudian aku pergi
melangkah kesebuah caffe yang sering aku kunjungi hampir tiap malam, karena
jaraknya yang dekat dari rumahku tetntunya hanya seorang diri, bermaksud tidak
mengganggu acara sepasang kekasih Dhika dan Shela yang masih berada di rumahku
itu,pastinya aku mengijinkan mereka diam di rumahku walau tanpa aku, berhubung
malam ini malam minggu tiba-tiba suasana hatiku menjadi panas, melihat di
sekelilingku rata-rata pergi bersama pasngannya, aku mulai memalingkan wajahku
ke kiri, terlihat sepasang suami istri sedang membawa anaknya, aku lalu
memalingkan wajahku ke kanan terlihat sepasang kekasih saling berpegangan
tangan, dulu ketika aku sering jalan bareng Dhika ini bukan suatu masalah
buatku , tetapi ketika aku sering jalan sendiri terlihat jelas perbandingannya,
bahwa aku butuh pasangan saat ini.
“Ya Allah dekatkanlah
jodohmu untuku” Kataku berbicara sseorang diri
Beberapa menit setelah
aku berkata seperti itu itu ada seorang anak kecil menghampiriku dengan sebuah
lukisan seketsa pencil dan di taruhnya tepat di mejaku
“kenapa kamu taaaruh
ini di mejaku?” tanyaku dengan wajah heran
“ini untukmu dari kakak
laki-laki”
Kemudian aku perhatikan
ternyata itu gambar wajahku aku termenung saat aku bertanya itu dari siapa
tetapi anak kecil itu segera berlari sambil cengengesan
“tunggu ini dari
siapa...? janagn pergi dulu......!” aku berteriak percuma
Sebuah lukisan sketsa
dengan puisi di belakangnya jelas-jelas menyebutkan namaku “Puri....”
“wahh baru saja berdoa
beberapa menit sudah di kabulkan, Ajaib ya” Kataku dengan wajah berseri-seri
yang dadakan ini.
Sebagai seorang wanita
tentu aku merasa bahagia dapat sebuah puisi dar pria walaupun aku belum tahu
seperti apa orang yang memberinya yang jelas aku tetap menhargainya.
Internetan malam,
aktifitas keduaku selain bekerja apalagi setelah sering di tinggal Dhika
rutinitas internetanku menjadi bertambah sering. Setelah Dhika dan Putri
pulang, akupun mengunci diriku di kamar sambil membuka akun gmailku
Ada sebuah lukisan yang
masuk ke akun gmailku, lukiisan hasil tanagn itu telah di scan dan persis
sekali dengan gambar yang aku terima tadi di caffe
“mungkinkah ini
waktunya aku pacaran?” Fikirku dalam hati dengan wajah berseri-seri dadakan
Karena aku lebih sering
buka akun FB daripada gmail aku tidak pernah tahu ada yang mengirimkan aku scan
lukisan, ternyata sejak satu tahun lalu mungkin juga lebih terdapat puluhan
scan lukisan di emailku dengan waktu berbebeda dan pose berbeda tidak lupa di
sisipi puisi yang indah dari pengirim, entah itu buatan sendiri atau jiplakan
dari orang lain aku belum memastikan soalnya sudah terlanjur senang duluan.
Berusaha mencari tahu
siapa dia aku mulai chating dengan dia aku lihat dia sedang On tapi tidak di
balas, beberapa menit berada dalam situasi degdegan akhirnya dia membalas juga
dan aku dan dia berbincang dan berkenlan
Aku : malam
Dava : malam juga J
Aku : Terimakasih
lukisannya, itu buatanmu sendiri kan? Itu wajah aku ya?
Dava : Iya sama-sama, tetntu
aku buat sendiri
Aku : Apa kita saling
mengenal, lukisanmu sudah satu tahun belakangan memenuhi emailu, maaf aku
jarang buka email yang ini
Dava: Aku tinggal dekat
di tempat kamu tinggal dan sering berada di sekitarmu tetapi kita tidak saling
mengenal ko
Aku: oh begitu, kenapa tidak
menyapaku secara langsung jika kamu dekat? Kamu tahu alamat email ini dari
mana?
Dava: Aku takut kamu
tidak menaggapi sapaanku
Aku: Tentu saja sekedar
menyapa aku tidak apa-apa! J
Kemudian dia tidak
membalas lagi, tetapi aku lihat akunnya On, aku lihat profilnya, katanya tempat
tinggalnya berada di sekitar tempat ku, tetapi aku serasa tidak pernah melihat
dia yang jelas foto profilnya tampan,
apakah ini asli atau bukan aku juga belum
tahu, mudah-mudahan saja asli.
Aku buka album fotonya
ternyata ini asli soalnya banyak sekali ketika dia bersama keluarganya dan aku
lihat albumnya di unggah sekitar 4 tahun lalu, berarti 70 persen kemungkinan
ini akun asli dan bukan akun dadakan.
Keesokan harinya aku
dan dia Chating lagi, berlanjut hampir beberapa bulan, selain itu dia sering
kirim aku kartu post bergambar menarik dengan sedikit puisi khas remaja, pernah
tiga kali dia memberi aku cokelat di bungkus menarik dan unik itupun lewat
kotak surat yang berada di depan rumahku. menurutku ini aneh katanya dia dekat
tetapi kenapa tidak langsung menyapa. Aku jadi kurang respek sama dia jaga-jaga
takutnya akunnya palsu dengan di pasang foto palsu yang tampan, tetapi yang aku
salut sama dia lukisannya selalu ada setiap minggunya dan di scan, di
wallpostnya juga lebih banyak scan lukisan pencil daripada status atau tautan, entah
itu pemandangan, wajah, hewan, kaligrafi dan di setiap lukisannya ada
tandatangan dia dan aku menduga kembali ini 70 persen asli hasil karya dia
soalnya aku cari di image google tidak ada yang serupa dengan apa yang dia
upload.
Suatu ketika aku
bertanya masalah Hobby dengan teman Chatingku itu, yang rutin setiap malam ku jalani hanya dengan
dia, dan tidak terasa sudah 3 bulan jalan hanya berkomunikasi lewat Chating
bersama dia.
Aku : kamu selain hobby
melukis apa lagi?
Dava: aku sedikit bisa main alat musik!
Aku: Apa kamu suka
olharaga? aku suka cowok sporty hehehe :P
Dava: sangat suka, cita-citaku dulu menjadi
atlet tetapi sekarang tidak jadi.
Aku: tidak jadi kenapa?
Dava: karena kakiku......!
Aku: oh kakimu kenapa???
AKU : Kenapa tidak di
balas?
Aku: kemana? Oh iya aku
juga suka olahraga kapan-kapan bersepedah bersama yu, kalau tidak badminton
bersama! Itupun kalau kamu mau!
Dia tidak membalas
selama beberapa jam, hanya saja tepat tengah malam dia memberiku pesan lewat
chatnya
Dava: Aku mennaggumimu
setiap waktu, kamu motivasi aku di setiap imajinasiku, wanita tangguh yang
selalu aku idamkan, karena aku lemah sedang kamu kuat seperti sebuah pohon yang
tetap tegak di bawah angin yang dingin
Aku menggaruk kepala,
tahu darimana dia tentang aku, dia asal tulis atau benar-benar untuk aku,
jangan-jangan setiap apa yang dia tulis hanya sebuah puisi jiplakan, akupun
mulai searching puisi dan mulai tanya-tanya siapa tahu itu hasil karya seorang
yang terkenal yang tidak aku tahu, tetapi memang puisi tersebut sepertinya dia
yang buat karena aku sudah berusaha mencarinya tetapi tidak ada yang serupa.
aku semakin penasaran dan mendesak dia untuk bertemu, tetapi dia sering menolak
secara tidak langsung, dia tidak akan membalas Chatinganku jika dimintai untuk
bertemu.
Akhirnya dia meminta No
hpku juga, aku lantas memberikannya setelah bulan ke tiga kita berkenalan ini,
aku juga penasaran bagaimana suaranya, bagaimana sikap dia ketika berbicara,
dan bagaimana cara dia berkomunikasi denganku.
Telponan Pertama
Malam ini aku baru saja
bertelfonan dengan Dava, sangat di luar dugaan dia sangat kaku ketika berbicara,
nada sendu sering mengiringi nada bicaranya, tetapi senyum hangatnya terdengar
jelas di telingaku, tema yang jadi obrolanpun sangat menjenuhkan, dia tetap
saja kaku walau aku sudah berusaha bercanda dengannya, hanya senyum hangatnya
yang menjadi kebanggaanku walau aku tidak bisa melihatnya hanya mampu
mendengarkan hembusan suara yang aku pastikan itu adalah senyum.
Telponan Kedua
Tidak ada perubahan
yang aku rasakan, sama seperti telponan yang pertama
Telponan yang Ketiga
Ada sedikit perubahan
dia mulai menaggapi candaanku
Telponan yang Keempat
Tiba-tiba dia
menawarkan diri untuk bertemu
Dava: Aku ingin bertemu
dengan mu Puri
Aku : Aku selelu meminta
kita bertemu tapi kamu selalu menolaknya, sekarang kenapa tiba-tiba meminta
bertemu?
Dava : kemarin-kemarin
memang aku belum siap saja!
Aku : hemmmm
Dava : Aku takut
pertemuan pertama akan menjadi pertemuan terakhir pula.
Aku : Kenapa bisa?
Dava : Nanti juga kamu
akan tahu!
Aku : Itu foto di akunmu aslikan?
Dava : Pasti itu asli
Aku : kamu tampan tetnu
saja itu bukan pertemuan yang terakhir mudah-mudahan berkelanjutan, lagipula
hobbymu banyak, menarik dan kamu berbakat hehe, aku suka pria yang aktif J
Dava : ya
Aku : Ayolah Dava
jangan so misterius, aku tidak suka cowok terlalu misterius membuat kepalaku
pusing saja, benar-benar membuat penasaran hehe.
Dava : Aku tidak
misterius ko, besok kita akan bertemu, besok kan malam minggu, aku tunggu kamu
di caffe yang waktu itu aku ngasih surat ke kamu tepat jam 7
Aku dan dia akhirnya
janjian juga untuk bertemu pertama kalinya, aku sudah bersiap-siap dengan
dandanan terbaiku, lagipula sehari-hari aku jarang memakai make up, perasaanku
tiba-tiba menjadi gugup, setelah lama beberapa tahun jomblo akhirnya aku dekat
juga dengan laki-laki spesial, kita janjian jam7 karena aku orangnya tidak
sabaran aku datang setengah jamm lebih awal. Walaupun aku tahu akan mmenuggu tetapi
itu bukan masalah buatku.
“kamu di mana?
Aku duduk di meja no 3” sapa aku lewat telfon
“aku di belakangmu”
Dengan ragu dan
degdegan ku putarkan sedikit kepalaku ke belakang, aku tatap wajahnya ternyata
lebih tampan dengan apa yang ada di foto, berwajah bersih berseri, dengan
senyumnya yang tulus, sepertinya dia begitu memperhatikan dirinya, pandanganku
berlanjut ke bawah aku kaget melihat kakinya hanya sebelah. Tepat di depan
mataku aku menyaksikan pria ini memang benar-benar cacat permanen dengan kaki
yang sudah di amputasi, karena tadi aku sibuk menatap wajahnya aku baru sadar
bahwa dia sedang memakai tongkat.
Diapun duduk di kursi
dengan susah payah menggunakan tongkatnya, tetapi raut hangatnya tidak dapat
aku pungkiri menyentuh hatiku, dia tersadar ketika aku terus memperhatikan
kakinya.
“kennapaa?” tanya dia
perlahan
“emhh tidak apa-apa”
aku mencoba tidak menyinggungnya.
Dia selalu melepaskan
senyum tetapi hanya sedikit kata-kata yang dia ucapkan, aku sendiri yang
biasanya supel kali ini mulutku bera-benar terkunci, aku tidak tahu perasaan
apa ini, perasaan kasihan atau perasaan bingung karena yang aku bayangkan pria
yang akan bertemu denganku adalah seorang yang sempurna, dan aku mengira dia
adalah calon atlet.
Kami mulai makan
hidangan malam itu, aku tersenyum berat padanya, dia hanya tertunduk dengan
senyum dingin
“Aku hari ini tidak
bisa lama-lama sepertinya aku harus buru-buru pergi” Kataku setelah menyantap
hidangan
“Tunggu dulu sebentar,
aku sejak dulu ingin bertemu denganmu jangan dulu pergi” kata dia menahanku
“iyaa sudahlah” kataku
“Aku menagumimu sejak 3
tahun yang lalu tetapi aku tidak pernah berani mendekatimu karena kondisiku
ini, lagipula aku tahu kamu seorang wanita yang aktif dan sedikit berpenampilan
tomboy, sungguh terlihat tangguh, jadi
bisakah beri aku waktu beberapa menit lagi bersamamu dan mengenalmu?”
“ya tentuuu..........”
kataku raggu
“emhh aku sudah menduga
ketika bertemu denganmu itu seklaigus yang terakhir kita bertemu, tentu wanita
sempurna sepertimu tidak menyukai Pria pincang sepertku” Katanya dengan nada
keluhkesahnya.
“tidakk biasa saja
tuhh.... ya lagipula aku bertemu denganmu hari ini sebagai teman saja kan?”
“iya sihhh, maafkan aku
yang sudah terang-terangan menyukaimu”
“iyyya”
Diapun memberikan aku
senyuman terbaiknya walaupun ketika berbicara aku tidak memberi senyum lagi
kepadanya, hanya saat pertama kali menyapa saja aku memberi senyuman untuknya
itupun juga hanya sekedar basa-basi.
Diapun pamit pulang,
aku menyaksikan cara dia berjalan dengan tatapan iba, dia kembali tersenyum
saat pulang tetapi aku tidak membalas senyumannya bukan karena membencinya
hanya saja aku tidak ingin memberikan harapan kosong pada seseorang yang telah
berputus asa. Akupun melangkah pulang dengan langkah hampa dan kecewa, sebagai
seorang wanita aku ingin pria yang sempurna untuk di jadikan pacar, mungkin
bukan ini waktu yang tepat aku berpacaran, setatus jomblo masih melekat pada
diriku ini.

Satu bulan kemudian
Aku badminton dengan
rekan satu pekerjaanku, soal urusan olahraga memang aku menjadi unggulan,
rekanku itu jelas kalah olehku, tetapi dia tidak pantang menyerah terus saja
mencoba menantangiku walaupun kita sudah beberapa babak bermain untuk pagi ini,
di sebuah bangku penonton aku baru tersadar ada seorang penonton tunggal
menyaksikanku dengan tatapan dalam, dia adalah Dava, ketika aku balas
menatapnya cukup lama, langkahnya bergeser perlahan menjauhi lapangan dan
berpindah tempat, dia berjalan lumayan tergesa-gesa menggunakan tongkatnya
tetapi masih bisa terkejar oleh langkahku yang memang Normal ini, akupun
menghalaunya.
“tunggu, kenapa kamu
pergi setelah aku melihatmu?”
“aku sudah puas menyaksikanmu
tadi hehe, lagipula aku ada janji dengan adiku karena dia ada lomba marathon
dari sekolahannya, dia memintaku untuk menyaksikannya! di arena sebelah sana”
Lalu dia menujukan ke sebuah tempat yang sudah berkumpul banyak orang
“oh begitu rupanya,
adikmu yang mana?”
“itu yang memakai kaost
pink”
“oh cantiknya hehe”
“dia adik kesayanganku,
aku harus buru-buru karena dia akan marah jika aku tidak melihat
pertandingannya”
Dava melangkah terus
menuju tempat Marathon tersebut, aku melihatnya dari kejauhan karena timbul
dalam perasaanku sedikit rasa khawatir yang tiba-tiba, Aku melangkah juga ke
tempat lomba adiknya Dava dari belakang, dan aku menyaksikan perlombaan sampai
selesai, sesekali aku menatap ke arah Dava dan mulai tenang ketika menyaksikan
kembali senyum hangat tergores dari bibirnya, dan aku melihat adiknya itu
memeluk kakanya sesudah selesai pertandingan, sungguh membuatku iri karena aku
tinggal jauh dari keluargaku, aku sudah lama tidak menyaksikan suasana
kekeluargaan seperti itu.
Keesokan Harinya
Aku berkunjung ke
tempat olahraga lagi, aku berpapasan dengan Adiknya Dava yang ku lihat kemarin,
dengan ragu aku menyapanya.
“halo kamu adiknya Dava
kan?”
“iya,,.. kakak siapa?”
“aku temanya” jawabku
“Oh iya aku tahu, aku
pernah lihat wajah kakak dilukisan!”
“benarkah....?
sebenarnya kami baru saja beberapa bulan berteman lewat internet, dan cuman
baru sekali bertemu!”
“oh begitu,,,,”
“kamu ada perlombaan
lagi hari ini?”
“tidak aku hanya
latihan saja hari ini, minggu depan baru ada lomba lagi kak”
“wah rajin sekali kamu
latihan hehe”
“tentu saja ini
cita-cita aku soalnya hehehe, supaya buat kak Dava bangga juga terhadapku! J” kata Gadis remaja itu sambil
tersenyum ceria
“wah kalian berdua
sangat dekat ya..!” Kataku
“iya aku sangat sayang
dia, lagipula dia yang menajariku berbagai cabag olahraga!” Kata dia dengan
nada bangga
“mengajarimu? Tapi
diakan.......”
“iya dia cacat,
maksudku dulu sebelum dia seperti itu, dia calon atlet, tetapi cita-citanya
terputus setelah menolongku dari sebuah kecelakaan, seharusnya aku yang dapat
kecelakaan itu, tetapi dengan sigap kakaku melindungiku dan mengorbankan
kakinya”
“emhhh apa?”
“iya.. dia bilang tidak
apa-apa kakinya seperti itu demi orang yang di sayanginya, karena kakak tahu
bahwa aku punya cita-cita sebagai atlet juga, kakak bialng aku harus jadi
kebanggannya dan melanjutkan separuh dari cita-citanya yang telah terhenti
selamanya, kakak bilang aku harus bahagia....”
“ohhhh” aku tidak bisa
berkata-kata saat gadis itu bercerita
Tiba-tiba dia kembali
bercurhat tanpa ragu padaku walaupun baru saja bertemu sekali ini denganku,
mungkin karena karakter dia yang supel dan terbuka
“padahal aku celaka
karena kecerobohanku sendiri, tetapi kakak tidak pernah marah padaku, aku
sedikit kesal pada kak Dava karena dia terelalu baik padaku walaupun aku yang
salah”
Lalu air mata gadis itu
mengalir perlahan, tanpa sadar akupun meneteskan airmataku, tiba-tiba dia
bersandar padaku yang mebuat aku sangat terkejut
“kakak... maafkan aku
ya tiba-tiba curhat seperti ini, aku memang belum tahu nama kakak tidak pernah
juga bertemu dengan kakak, tetapi aku tahu wajah kakak karena sering melihatnya
pada lukisan kak Dava yang banyak di simpan di tempat kerjanya itu”
“tidakk apa-apa....”
Aku mengusap rambut gadis itu seperti adiku sendiri, karena aku juga tiba-tiba
ingat adiku di rumah orangtuaku di Bandung, aku mempeerlakukan dia layaknya
kakak kepada adik kandung dengan memberikan senyuman terbaiku aku berkata
kembali “di mana tempat kerja kakakmu?”
“kakak seorang seniman,
dan seorang desain grafis, ruang kerjanya di samping Rumah kami, itu adalah
ruangan pribadinya kakak, biar aku catatkan alamatnya untuk kakak.... emhhh
siapa nama kakak??”
“namaku Puri”
“iya biar aku catatkan
untuk kak Puri”
Gadis itu mencatatkan
alamta Dava padaku pada sebuah kertas kecil, tentu saja aku langsung tahu
tempat itu, karena tempat itu masih ada dalam lingkungan tempat kerjaku, akupun
lantas bergegas pergi ke tempat Dava dengan sepeda motorku.
Tepat berada di depan
ruangannya aku memperlambat langkah kaki ragu untuk masuk.
“Assalamualaikumm ! !”
Tetapi tidak ada
jawaban, karena pintu terbuka dan ruangan itu cukup luas aku melangkahkan kaki
menuju kedalam dan memberanikan diri dengan sedikit kelancanganku yang di
paksakan, aku melirik kiri dan kanan banyak sekali terdapat lukisan, dan tepat
di hadapan Dava aku berdiri memberikan jarak beberapa meter dari dia, tetapi
dengan jelas aku dapat melihatnya, dia sedang membuat sketsa, entah apa itu aku
tidak bisa melihat apa yang ada pada kertasnya, hanya saja aku dapat jelas
melihat sorot matanya, sorot matanya itu seolah penuh harapan dan angan, aku
menyukai sort mata seperti itu, perlahan dia mulai mengangkat wajahnya terhenti
dari keseriusannya dan dia menatapku penuh heran.
“seddangg apa kamu
disini?”
“aku sedang
menghentikan kesunyian di tempat ini, aku ingin menemuimu” jawabku penuh sipu
“akuu kaget soalnya
kamu tidak bilang mau ketempatku, maaf tempatku berantakan, butuh waktu lama
jika aku membereskannya”
“tidak jadi masalah aku
bisa mengertiko” jawabku seraya tersenyum
Maksudku bisa mengerti
disini adalah, aku mengerti sangat susah untuk dia membereskan tempat dengan
kondisi kaki seperti itu, dan sepertinya membutuhkan bantuan orang lain,
padahal jika di perhatikn tempat ini memang tertata rapi, mungkin karena dia
orangnya terlalu apik sehingga ada sesuatu yang tidak beres sedikitpun akan
mengganjal di hatinya, aku mengetahuinya dari ekspresi wajahnya.
“Sebentar aku ambilkan
dulu minum...”
Tidak jauh dari tempat
ia duduk ada lemari es kecil, aku menduga lemari es itu sengaja di taruh disitu
karena memudahkan dari jangkawan tangannya, tetapi kembali lagi aku menyaksin
dia susah payah mengantarkanya kepadaku yang agak jauh dainya, aku pun
berinisiatif mendekatinya “Terimakasihh” ucapku halus
Kelancanganku
bertambah, saat aku mendekati meja tempat ia menggambar, aku melakukannya
karena mengikuti rasa penasaranku, walaupun didalam hati ada perasaan tidak
enak karena aku tiba-tiba datang dan tiba-tiba ingin tahu seluk beluk ruangan
ini
Aku terkejut ketika dia
menggambar wajahku kembali, seketika itupun aku tersipu
“Apa yang kamu lakukan
?” Katanya dengan wajah yang sedikit tersenyum
“Maafkan aku tetapi aku
penasaran apa yang kamu gambar...”
Aku kaget saat melihat
kertas tersebut adalah gambar wajahku akupun berkata kembali
“kamuu masih menggambar
wajahku ternyata....?” J
Dia hanya tersenyum
tetapi tidak menjawab
“kamu bilang sudah
menyukaiku sejak tiga tahun yang lalu, benarkah itu?”
“ya mungkin juga lebih
dari tiga tahun, aku sering melihatmu juga saat pergi badminton dengan temanmu,
dan aku juga sering melihatmu di Caffe yang sering kamu kunjungi itu..”
“Benarkah...? aku tidak
menyadari ada yang memperhatikan aku saat itu, terimakasihh!”
Dia kembali tersenyum saja
ketika aku berbicara senyumnya tetap hangat
“Angin apa yang
membuatmu tiba-tiba ke tempatku?” kata dia
“Aku ingin mengenalmu
lebih jauh, malam nanti bisakah kita makan malam bersama?”
Wajahnya terlihat
kaget, ekspresi yang baru pertama kali aku lihat dari wajahnya dan kemudian dia
melebarkan senyumnya.
“Aku lumayan kaget kamu
mengajakku makan bersama....!”
“Seperti kamu mengagumiku
akupun mengagumimu... iya aku tersadar bahwa aku mengaggumimu dan sering
memikirkanmu!”
“kagum terhadapku?”
Kata Dava dengan ekspresi semakin heran
“iya.... Aku
menaggumimu, dengan kondisimu seperti ini tetapi aku tidak pernah melihat
wajahmu berkeluh kesah sedikitpun, malahan senyum hangatmu selalu nampak ketika
kamu sedang berbicara”
“masa-masa kesedihanku
sudah berlalu sejak 4 tahun yang lalu sejak aku kecelakaan, jika hari ini aku
masih mengeluh, itu hanya akan membuatku menjadi seorang pecundang”
Akupun tersenyum puas
mendengar jawaban dari dia, dan aku sendiri merasakan aku jatuh cinta kepadanya,
dan aku tidak ragu sedikitpun untuk mencintainya, aku suka pria seperti dia
penyabar sangat sayang terhadap keluarga, dan tetntunya banyak sekali potensi
yang dia miliki karena dia seorang yang rajin walaupun langkah kakinya
terbatas, tetapi dia tidak diam di tempat dan mengejar cita-citanya yang lain
walau cita-citanya yang dulu sebagai atlet terputus untuk selamanya, tetapi dia
mempunyai cita-cita yang baru dan
belajar dari 0 lagi yaitu sebagai seniman dan desain grafis kemampuannya
yang baru memang tidak seberapa tetapi usahanya begitu keras, dan aku suka pria
yang tidak gampang putus asa. Mungkin hanya baru itu yang aku bisa nilai dari
dia karena aku baru mengenal dia beberapa bulan, dan belum tahu sifat jeleknya
dia seperti apa.
Yang jelas aku berusaha
mengenal dia lebih jauh dan mudah-mudahan jodohku adalah dia. Dan aku
benar-benar berharap Jodohku memang dia.
Kamipun sudah mengenal
satu sama lain karena sudah rutin bertemu setiap akhir minnggu ketika aku libur
kerja, aku pernah bertemu orabgtuanya beberapa kali, dan dia juga sempat ke
rumahku dan aku kenalkan dia pada Dhika, Dhiak sempat memberi komentar
terhadapku suatu waktu
“Seperti sudah tidak
ada pria lain saja, kenapa jalan dengan orang cacat sih?”
Aku mengerutkan dahiku
karena marah, marah yang di tahan pula karena aku tahu sifat Dhika balk-blakan
dan sering bercanda.
“Jika buatmu dia tidak
sempurna tetapi buatku dia paling sempurna karena aku sayang dia” kataku sambil
memalingkan wajah
“maaffkan aku tadiii
aku bercandda.....” Kata Dhika penuh penyesalan
“tapi kata-katamu tidak
seperti orang bercanda, lain kali hati-hati dengan perkataanmu!”
“iya maaf ketua, aku
tidak akan mengulanginya lagi”
Tiba-tiba ada suara
pintu berbunyi “ Tokk.. tokk... to...”
Aku melupakan amarahku
karena terfokus pada tamu yang datang, dan aku membuka pintu dan itu adalah
Dava.
“masukkk lah Dava”
kataku sambil tersenyum manis
Dava melangkah dengan
susah payahnya dengan tongkatnya dan aku berada di sampingnya dan membantu dia
melangkah, ketika dia dudukpun aku membantunya dan menaruhkan tongkatnya dengan
rapi di sudut ruangan ketika dia duduk, dan ketika dia ingin pergi melangkah pasti
aku akan mengambilkan tongkatnya untuk dia dan aku selalu senang hati ketika
membantunya. Sementara Dhika masih di rumahku dan menatapku tajam, seolah tidak
suka aku melakukannya.
“kenapa kamu masih di
sini? bukannya pulang sana...!, aku mau malam mingguan ni!” Kataku pada Dhika
“tiddak apa-apa Puri
jangan berkata seperti itu” Kata Dava membela
“ya sudahh aku pamit
pulang dulu, tapi antarkan aku sampai depan pintu ya ketua” kata Dhika
“huuhh” aku mengeluh
tetapi juga mengambulkan permintaanya
Ketika di halaman rumah
Dhika berkata
“Puri melihat kamu
seperti tadi,,, aku jadi cemburu”
“berisik,,, sudah punya
pacar juga bicaranya ngelantur...”
“tapiii aku mulai suka
kamu Puri.... jadian yu!”
Aku memukulnya dengan
gulungan koran yang berada di meja teras, gulungan koran itu selalu tersimpan
di sana sengaja untuk memukul Dhika ketika dia mulai berulah yang aneh-aneh
akupun berkata “Tapi aku gak suka kamuuu”
Dia kemudian tersenyum
hampa dan berkata “ Ya sudah aku pulang dulu...” Dia melangkahkan kaki dengan
berat
Akupun kembali menemui
Dava di ruang tengah dan membawakan teh manis hangat kesukaan dia
“terimakasihh”
“sama-sama... Di minum
ka Teh nya” aku sudah memanggil dia kakak akhir-akhir ini
“Wah pas rasanya”
“sudah lapar belum? aku
tadi masak, jika kakak mau makan aku akan hangatkan lagi......”
“tidakk... nanti
sebentar lagi aku belum lapar, aku pasti akan makan masakanmu nanti.....”
Sebenarnya akhir-akhir
ini aku sering memasakan dia masakan, dan jika dia tidak memakan masakanku aku
akan berekpresi so marah.
“ka apakah kamu sayang
padaku?”
“tentu saja, aku
menyayangimu”
“tapi setelah kita
sering bertemu kenepa tidak menembaku?”
“Kamu yang aku sayangi
satu-satunya, tanpa menembak, seharusnya kamu mengerti sendiri J”
“ohh berartii kita
pacaran kan?”
“ya tentu..... jika
kamu mau dalam waktu dekat ini aku akan menemui orangtuamu untuk melamarmu...!
Insya Allah..... semoga Allah melancarkan apa yang aku rencanakan”
Akupun hanya bisa
terdiam dan tersenyum menanggapi ucapannya yang jelas aku sangat bahagia. Dan
jika aku benar-benar menjadi pasangan hidupnya aku dengan senang hati menjadi
kaki kedua buat dia dan selalu berada di sampinya untuk menyenangkan hatinya.